Full Profile

Signature (c) to Mikan


[Nama -- Panggilan]: Rigel Deveraux Grimaldi du Noir -- Rigel; Amoreux - Khusus Ibu; Mon petite frère - Panggilan 'ejekan' kedua kakaknya.

[Status Darah]: Pureblood

[Tempat dan Tanggal Lahir]: Vallée de la Loire, June 5th, 1963

[Suku Bangsa Karakter]: Caucasian - France

[Asrama]: Slytherin

[Tahun Masuk Hogwarts]: 1974

[Peliharaan]: Burung hantu milik keluarga, untuk berhubungan dengan orang rumah. Tak pernah peduli apa namanya.

[Tongkat sihir]: Hawthorn, 32 cm, Hungarian Horntail's scale.

[Sapu terbang]: Tak bernama. Rigel bukan tipe anak perempuan romantis yang menamai setiap barangnya.

[Posisi di Tim Quidditch]: Nope.


Latar Belakang Keluarga

[Nama Ayah]:

Xavier Thibault du Noir - Pureblood

[Nama Ibu]:

Eléonore Margaux Grimaldi du Noir - Pureblood

[Nama Saudara]:
- Kakak pertama: Callista Dorian Grimaldi du Roze - Pureblood, 4 tahun lebih tua daripada Rigel, lulusan Akademi Sihir Beauxbatons.
- Kakak kedua: Clémence Mignonette Grimaldi du Noir - Pureblood, 2 tahun lebih tua daripada Rigel, lulusan di Akademi Sihir Beauxbatons.
- Jean-Baptiste du Noir - adik kandung Xavier. Menjalankan setengah dari bisnis milik Xavier di Perancis.
- Comte Alphonse du Roze - Suami dari Callista, Pureblood.
- Maximillian Morcerf - Tunangan Clémence, Pureblood.

[Personaliti Karakter]:
Vallée de la Loire, 5 Juni 1963. Bayi laki-laki pertama dalam keluarga Grimaldi du Noir menghirup udara dunia untuk pertama kalinya. Dilahirkan di dalam keluarga bangsawan Pureblood yang menempati strata tinggi dalam tingkatan masyarakat membentuk dirinya menjadi seorang gentleman bertatakrama tinggi, meski dia masih sedikit alergi bila berhubungan dengan rakyat jelata. Menggemari sekali Quidditch, terutama karena kegiatan lain yang bisa dilakukannya tanpa merasa cepat bosan hanyalah terbang. Hampir tiap hari Rigel berlatih terbang, serta sesekali melempar-lempar Quafffle dari jarak tertentu. Terkadang dia meminta ibunya menyihir beberapa bola golf untuk terbang sendiri sehingga bisa dia tangkap. Rigel memohon pada ayahnya agar dibelikan sapu terbang baru sebagai hadiah ulang tahunnya yang kesebelas. Di luar dugaan, Xavier mengabulkannya. Rigel amat senang sebelum akhirnya dia mencurigai tindakan Xavier ini untuk menyogok Rigel agar dia mau bersekolah di Hogwarts. Rigel kecil amat membenci Mudblood, terutama karena alasan Mudblood membuat ayahnya menjadi workaholic dan menggunakan keluarga sebagai alat. Alasan lain, karena menurutnya Mudblood serta Muggle tidak berhak tinggal di dunia sihir.

Posisi sebagai anak bungsu serta anak laki-laki satu-satunya di keluarga membuat Rigel mendapatkan porsi perhatian ayahnya lebih dari kakak-kakaknya. Sang ayah menjejali Rigel dengan berbagai macam pengetahuan, baik umum maupun tentang sihir. Terutama tentang ekonomi serta politik. Mndapat surat dari Beauxbatons juga saat dia berusia 11 tahun, namun perintah ayahnya membuat dia bersekolah di Hogwarts. Sang ayah berambisi meluaskan pasar bisnisnya hingga ke Inggris sehingga Rigel harus bersekolah di Inggris untuk mempelajari pola masyarakat dan perekonomian di Inggris. Alasan lainnya, Xavier menganggap Beauxbatons terlalu feminin untuk seorang laki-laki seperti Rigel. Xavier bahkan melarang Rigel pulang ke Perancis di liburan musim dingin dan liburan musim panas. Akhir Juli 1974, Rigel pindah ke Inggris diantar ibu dan ketiga kakaknya. Dia tak perlu menyiapkan apapun lagi, jelas. Seluruh kopernya sudah siap dipak begitu dia bangun pagi, bahkan sang ayah sudah menyiapkan rumah untuknya tinggal selama liburan. Château du Noir, puri tua yang berlokasi di Cambridgeshire. Puri itu dibeli oleh Xavier tidak lama setelah Rigel lahir, demi kelangsungan rencananya menempatkan Rigel di Inggris.

Tak ada satupun aturan sang ayah yang membuatnya nyaman. Bagaimanapun, dia tidak bisa melawan. Rigel amat menyayangi ibu dan kedua kakaknya. Baginya, mereka bertiga adalah wanita terpenting dalam hidupnya. Mungkin tekanan dari Xavier pulalah yang menyebabkan Rigel amat Protektif pada mereka bertiga. Hal yang paling tidak rela dia tinggalkan saat pindah ke Inggris, karena harus meninggalkan ibunya sendirian di Palais du Noir, istana mereka di Vallée de la Loire, Perancis. Sendirian, karena sang ayah jarang pulang. Sibuk mengurus bisnis. Rigel juga amat ingin bisa satu sekolah dengan kedua kakaknya. Dia tidak peduli dengan sekolah yang terlalu feminin atau apa. Dia hanya ingin bisa berada dekat dengan mereka, dan menggantikan Callista melindungi Clémence. Menurutnya, Callista juga berhak mencari kebahagiaannya sendiri, dan dia sebagai anak laki-laki satu-satunya dalam keluarga-lah yang memiliki kewajiban melindungi seluruh keluarganya.

Karena pahamnya yang membenci Muggle dan Muggleborn, Rigel muda amat sangat berambisi untuk bergabung dengan para Pelahap Maut. Sejak dia menginjakkan kaki di Inggris, dia sudah mendengar desas desus tentang sepak terjang Lord Kau-Tahu-Siapa dan para pengikutnya. Mereka benar-benar sepaham dengan Rigel mengenai Muggle dan para Mudblood. Di Hogwarts, selain berusaha agar tidak terlalu tertinggal di kelas demi menyenangkan Xavier meski dia tidak bernafsu sekolah di sini dan menghindari para Mudblood sebisa mungkin, Rigel mencari informasi apapun mengenai para Pelahap Maut ini. Dia amat sangat lega mendapati kenyataan kalau asramanya satu-satunya asrama di Hogwarts yang menolak keberadaan Muggle serta mendukung penuh Lord Kau-Tahu-Siapa.

[Bakat dan Kekurangan]:

- Jago Quidditch, dan sempat menjadi cadangan di tim Quidditch Slytherin, namun keluar sebelum mendapat kesempatan bermain.

- Di pelajaran lain tidak begitu menonjol, karena Rigel sama sekali tidak memiliki niat belajar secara penuh. Padahal, sejak kecil dia sudah mempelajari berbagai mantera-mantera sederhana.

- Senang memperlakukan perempuan secara istimewa, terlebih apabila perlakuannya itu membuat mereka senang. Dia bersikap ramah pada semua perempuan —kecuali Muggle, meski sekarang kedewasaan membuat pola pikir Rigel berubah— dan tak jarang membuat mereka merasa tersanjung secara berlebihan.

- Sejak kecil mempelajari bahasa-bahasa di dataran Eropa.

- Bahasa yang dikuasai sangat lancar: Rusia, Italia, Perancis, Inggris, Belanda, Spanyol, dan Jerman.

- Baru menguasai dasarnya: Irlandia, Norwegia, Swedia, Bulgaria, dan bahasa di Dataran Eropa lainnya.

- Sedang mempelajari Bahasa Cina serta Jepang, dikarenakan harus berhadapan dengan klien-klien yang berasal dari kedua negara tersebut.

Keterangan Lain

- Tidak menyukai apapun yang ada di Inggris dan menganggap Bahasa Perancis sebagai bahasa paling elit, sehingga berusaha sesedikit mungkin berbicara bahasa Inggris. Tapi lama-kelamaan pertahanannya runtuh juga, karena dia tinggal di Inggris dimana tak semua orang mengerti Bahasa Perancis. Hanya pada beberapa orang tertentu Rigel masih ngotot berbahasa Perancis.

- Nilai-nilai pelajarannya hampir mendekati hancur, karena Rigel berharap dengan begitu ayahnya menyerah dan memindahkannya ke Beauxbatons. Ternyata, hal itu membuat Xavier menghukumnya dengan melarang ibu dan kedua kakak Rigel mengunjunginya saat liburan musim panas Tahun Ketiga. Rigel sadar dan berhenti pura-pura bodoh di kelas lagi demi ibu dan kedua kakaknya kembali diizinkan datang ke Inggris.

- Semakin bertambah dewasa, pola pikir Rigel semakin terbuka. Berbagai kejadian yang terjadi di sekitarnya mempengaruhi cara berpikir Rigel. Dia tidak begitu keberatan berhadapan dengan Halfblood dan Muggleborn, juga bisa sedikit bertoleransi pada Muggle asalkan mereka berguna untuknya.

- Menjadi C.E.O dari perusahaan-perusahaan yang dikelola di bawah nama keluarganya di Inggris (satu perusahaan perhiasan yang khusus untuk ekspor ke Perancis, tiga perusahaan garmen serta satu perusahaan ekspor hasil laut) sejak Januari 1980 karena Xavier tiba-tiba terserang 'penyakit'.

- Semakin dalam Rigel terlibat dalam manajemen perusahaan-perusahaannya, dia semakin memahami pola pikir Xavier yang alih-alih menyingkirkan para Muggle, lebih cenderung untuk 'memanfaatkan' serta 'memperbudak' mereka. Agak keberatan dengan sepak terjang Pelahap Maut akhir-akhir ini karena kestabilan perusahaannya terganggu sejak kondisi di Inggris terguncang berbagai teror. (Sebenarnya, kalau keuntungan serta pertumbuhan perusahaannya tidak terganggu, Rigel tidak memiliki masalah dengan sepak terjang para Pelahap Maut tersebut)

0 Comments:

Post a Comment



Newer Post Older Post Home