Pesta Awal Tahun Ajaran 1978 #1

AULA DEPAN
Justify Full

Prefek, eh?

Berjalan perlahan menaiki undakan depan Kastil Hogwarts, tangan kanan Rigel memain-mainkan lencana keemasan itu di dalam saku jubahnya. Pemuda tanggung berambut pirang kecokelatan itu sengaja berjalan lamat-lamat, menunggu arus manusia yang bergelung saling berebut ingin lebih dulu masuk ke Kastil berlalu begitu saja di hadapannya. Please, dia sudah bukan anak kecil yang menjadikan permainan siapa-yang-duduk-di-meja-asrama-lebih-dulu sebagai pertaruhan hidup-dan-mati seperti yang tampaknya dilakukan banyak junior-juniornya —yang mana, sebenarnya, tak pernah dilakukan Rigel sejak pertama kali dia menginjakkan kakinya di kastil tua ini. Apa itu berarti dia tak pernah jadi anak kecil, huh? Tch, bocah-bocah itu saja yang terlalu ingusan. Mental bocah usia lima tahun yang sayangnya terperangkap dalam tubuh remaja usia belasan tahun. Maaf saja, harga diri Rigel terlalu tinggi untuk menjadikan permainan konyol itu sebagai medan pertarungan hidup-dan-mati.

Arus anak-anak yang turun dari kereta Thestral di Undakan Depan mulai berkurang—dia tak bisa melihat Thestral-nya, jelas. Dia belum pernah melihat kematian secara langsung. Tapi itu tidak menjadi penghalang untuk tahu kereta itu ditarik oleh apa, kan? Hm, mungkin dia bisa membunuh Père-nya tersayang kapan-kapan. Orang tua botak pengatur itu hilang, dan dia bisa melihat Thestral. Sekali tepuk, dua ekor lalat kena— tangan Rigel yang memain-mainkan lencana Prefek, menarik potongan lempeng logam itu keluar, membuatnya menari-nari di antara jari jemarinya. Anak-anak kelas satu belum tiba, tampaknya? Bisakah dia menarik kesimpulan kalau itu berarti tugasnya belum dimulai? Karena murid-murid kelas dua ke atas sudah tidak lagi memerlukan sambutan Prefek di Meja Asrama mereka—jangan lakukan kalau kau tak ingin dilempari kentang atau tomat— dan mereka juga tak perlu diantar-antar ke Asrama seperti anak umur dua tahun. Oh—oke, dia tetap harus masuk, tak peduli betapapun enggannya dia. Pikiran tinggalkan-saja-tugas-Prefek-merepotkan-itu-pada-Prefek-lain dikalahkan dengan tidak hormat oleh rasa lapar.

Prefek, eh?

Rigel sebenarnya tidak begitu antusias untuk bergabung dalam perebutan tahta Prefek dan Ketua Murid. Untuk apa merepotkan diri sendiri melakukan pekerjaan sukarela mengurus murid-murid Hogwarts? Seolah mereka tak punya Penjaga Sekolah saja. Ironis. Karena ternyata lencana itulah yang justru membuat dia selamat dari pidato rutin Monsieur Noir yang menyembur setiap melihat nilai-nilai Rigel. Tua bangka itu tak bisa diam kalau tidak melihat daftar nilainya dipenuhi dengan huruf O. Rigel mendengus. Seolah aku sudi saja belajar di sini, batinnya perlahan. Dan karena hal itulah, Rigel harus memastikan lencana itu akan tetap berada di tangannya hingga akhir tahun, dan juga tahun depan. Yang berarti dia harus mulai bertingkah seperti anjing-penjilat dan menghadiahkan beberapa detensi pada beberapa anak, dan memakai label "Penjual Teman" di wajahnya sendiri. Demi agar Père-nya kembali mengizinkannya pulang ke Perancis musim panas tahun depan. Ironis. Haruskah ia mulai memakai kata itu sebagai nama tengah?

MEJA SLYTHERIN

Oh, bagus.

Tepat di saat Rigel mengingat-ingat kembali siapa partnernya yang tertulis di daftar Prefek yang dia terima saat di Kompartemen Prefek tadi, gadis itu berdiri dan melakukan penyambutan untuk para murid kelas satu yang baru selesai diseleksi. Sebelah alisnya terangkat. Okay. Tak ada yang istimewa. Hanya berpartner dengan seorang cewek psycho yang membawa-bawa belati perak kemanapun dia pergi dan tak segan-segan menusukkannya ke jantungmu kalau dia sedang kesal. Tak ada yang istimewa, kecuali peluang Rigel mati lebih dulu daripada Père-nya tiba-tiba meningkat jadi 99,99% karena harus selalu bekerja bersama gadis itu setiap hari, sepanjang tahun, dengan resiko dia mengorek jantungnya satu detik setelah Rigel membuatnya kesal.

Heh. Bagaimanapun, dia itu perempuan. Putar otak, Rigel. Ke mana harga dirimu kalau kau bertekuk lutut di bawah belati peraknya? Benar juga. Perempuan. Rigel sudah memegang kartu As-nya, kalau begitu.

"My, my. Terimakasih Goscinny, sudah menyambut para junior kita yang manis ini bahkan sebelum Prefek yang lain muncul. Keberadaan kami tidak dianggap cukup penting bagimu, rupanya," sapa Rigel. Ups. Did he just say something bad? Like he cares. Lagipula dia memang sengaja datang agak terlambat. "Izinkan aku mengucapkan bagianku sekarang, Mademoiselle," Rigel menatap Goscinny dengan sorot mata penuh arti. "Rigel du Noir, your another fifth year Prefect starting from now on. Selamat datang di Slytherin, meski aku yakin partnerku ini sudah mengucapkannya tadi," suara berat pemuda tanggung itu mengalun renyah, diakhiri dengan seringai khasnya yang merekah perlahan. Sadar lencana Prefek-nya masih tergenggam di tangan kanannya—bukannya tersemat secara rapi di dada seperti Goscinny— "Ah, dan ini?" Rigel menjentikkannya ke udara, dan menangkapnya dengan sempurna— "lencana Prefek-ku, tapi kurasa tanpa memakai ini pun kedudukan Prefek tetap ada padaku, kan? Belajarlah untuk mengingat wajahku sebagai Prefek tanpa harus ditempeli lencana ini," ujarnya tangkas, memasukkan kembali lencananya ke dalam saku jubah, dan duduk.

Setahun lalu, dia masih termasuk dalam kelompok orang yang membenci kelompok Prefek tukang pamer tapi tak bisa apa-apa.

Kali ini, dia punya resiko dibenci orang lain karena dianggap sebagai Prefek tukang pamer yang tak bisa apa-apa.

Seperti Pavarell yang ternyata duduk dua anak dari seberangnya, kalau dia boleh menambahkan.

Tak percaya? Buktinya kedudukan Ketua Murid diserahkan pada Darah Lumpur Tukang Sepatu itu alih-alih Pavarell. Padahal Shoemaker bukanlah siapa-siapa di tahun sebelumnya. Bukan Prefek, juga bukan Kapten Quidditch. Sungguh memalukan.

"Ah, halo Senior Pavarell. Sedang merayakan ketidakberhasilanmu mendapatkan Lencana Ketua Murid? Kalau saja pemakainya sekarang bukanlah Darah-Lumpur, aku sudah bersulang dari tadi," ujarnya santai.

Ingatkan Rigel untuk waspada agar tidak bernasib sama seperti mantan Prefek dan mantan Beater di depannya itu.


Thread Pesta Awal Tahun Ajaran, Aula Besar, 1978. Post ke-1.

Interaksi dengan Voe Goscinny, Kane Dietritch Pavarell dan seluruh siswa di meja Slytherin.


0 Comments:

Post a Comment



Newer Post Older Post Home