Halloween Party #3

Boleh saja McFadden menyembunyikan wajahnya dengan alibi apapun. Boleh saja McFadden menyembunyikannya di balik tawa kecil yang dia perdengarkan. Mata Rigel yang jeli tetap dapat menangkap rona kemerahan yang menyemburat di kedua pipi pucatnya sebagai respon atas perkataan Rigel sebelumnya. Bibir Rigel melengkung, membentuk sebuah seringai penuh arti sembari matanya tertuju pada Rumah Hantu yang akan mereka masuki. Tanpa memandang lagi pada McFadden, mereka menuju Rumah Hantu dengan tangan kanan McFadden tergenggam mantap di tangan kirinya.

Langkah mereka terhenti saat sebuah suara memanggil nama McFadden. Atsuko Reiflein, Chaser Slytherin, tahun keenam. Well, kebetulan saja Rigel tahuJustify Full, namanya disebut tiga kali dalam setahun di lapangan Quidditch yang selalu dia kunjungi setiap pertandingan. Dia tidak pikun, please. Rigel menaikkan alis kirinya melihat penampilan Reiflein. Persis orang yang baru sadar dari mabuk dan tak ingat dia sedang berada di mana dan sedang melakukan apa. Ditambah kostumnya yang sama sekali tidak sesuai dengan tema, membuat dia semakin terlihat memiliki gangguan otak.

"Euh.. Noir. Apa kau tidak apa-apa jika Atsuko ikut bersama kita?" Rigel mengedikkan bahunya isyarat tidak-apa-silakan-saja-asal-dia-tidak-mengacau-atau-apalah. Oh, yeah. Reputasi Reiflein—terutama di kalangan para Slytherin—lebih daripada sekedar Chaser Tim Quidditch Slytherin. Kau tahu apa maksudnya. "Ayo masuk. Kita tidak diharapkan untuk berdiri terus di sini sampai pagi," tambah Rigel. Sempat tertangkap ekor matanya McFadden yang menggamit lengan Reiflein. Rigel kembali menaikkan sebelah alisnya sebelum dia mengingatkan dirinya sendiri untuk tidak bersikap berlebihan. Avance. Jangan biarkan siapapun membuatmu bertindak norak dan memalukan di depan umum.

Udara di dalam Rumah hantu lembap dan apak. Sarang laba-laba menggantung dimana-mana, kertas pelapis dinding terkelupas, menampakkan permukaan plester pelapis, hancur di beberapa bagian, memperlihatkan bata penyusun. SUmber penerangan hanya dari beberapa batang lilin yang menyala di tempat lilin yang menempel di dinding. Rigel menaikkan sebelah alisnya. Begitu bodohnyakah para panitia hingga mereka tak diperbolehkan memakai Lumos, dan diharapkan meraba-raba dalam kegelapan? Oh, please.

Rigel bisa merasakan McFadden bergerak agak ke belakang saat mereka berjalan masuk. Tangan kirinya meremas lembut tangan kanan McFadden, meyakinkannya kalau tak akan ada hal buruk yang terjadi. Apa sih yang bisa disediakan sekumpulan cecunguk berusia tak lebih dari tiga belas tahun? Well, harus dia akui set Rumah Hantu dan segala kuburan serta aksesorisnya ini cukup lumayan. Tapi Rigel tidak berharap lebih dari itu.

Mereka terus berjalan, sesekali mencoba membuka beberapa pintu yang tertutup. Beberapa terkunci, beberapa jelas-jelas terdengar jeritan atau apalah, menandakan kelompok lain ada di dalam. Berjalan semakin jauh dan semakin jauh, mereka akhirnya tiba di depan sebuah tangga yang sepertinya menuju ke lantai dua. Rigel melirik kedua teman sekelompoknya, memberi tanda naik-saja-atau-kita-lumutan-di-sini. Hati-hati, Rigel melangkah naik. Tangga kayu reyot itu berderak setiap kali kakinya menapak. Rien. Jangan sampai tangganya ambruk saat mereka masih menaikinya.

Sebuah koridor panjang dan gelap, dengan kondisi hampir sama seperti lantai di bawah terbentang begitu mereka tiba di lantai dua. Ralat. Agak sedikit berbeda. Udara di sini sedikit tercampur bau cairan pembersih murahan, serta bau sesuatu yang dia kenali sebagai bau bensin. Bahan bakar untuk kendaraan Muggle, yeah, tentu saja dia tahu, dari mana lagi kalau bukan dari Père-nya yangtercinta? Bau bensin itu semakin lama semakin kuat saat mereka berjalan, hingga tiba di ujung koridor dimana terdapat pintu kayu dengan handle berkarat. Mengerling pada kedua partnernya, Rigel membuka pintu itu.

Bau bensin dan cairan pembersih murahan menyengat begitu mereka masuk. Jadi sumber bau itu dari sini? Berbeda dengan ruangan di bawah, dinding dan lantai ruangan ini dari batu hitam licin berlumut. Rak-rak kayu reyot berjejalan miring, dimuati guci dan botol pelbagai ukuran. Rigel hampir muntah melihat sesuatu yang tergantung di dinding di samping kirinya. Foto Potter?! Yang benar saja! Berikutnya apa, muncul di cover buku Hewan-Hewan Fantastis dan Di Mana Mereka Bisa Ditemukan? Sepertinya iya. Potter sudah dikategorikan sebagai dark creatures dengan dipasangnya foto dirinya di RUmah Hantu.

Rigel merasakan tangan McFadden bergelayut di lengan bajunya. Mulai ketakutan, eh? Rigel meremas lagi tangan McFadden, menenangkannya. "Tenanglah, tak perlu ketakutan. Kau bersama dua orang pria yang bisa melindungimu kalau ada apa-apa," ujarnya. Dia kemudian merangkul McFadden sesaat. "Jangan jauh-jauh dariku," tambahnya karena McFadden semakin mundur. Rigel terpaksa berhenti sejenak, menyesuaikan langkahnya dengan McFadden. Saat kakinya kembali hendak melangkah, ingin memeriksa isi ruang—

TUNGGU DULU! Kenapa dia tiba-tiba tak bisa bergerak?! Matanya nanar menyisir seluruh isi ruangan. Tak ada apapun yang aneh. Memutuskan untuk mendongak ke atas, Rigel mendapati sesuatu ebrgelantungan di seluruh langit-langit. Dia tertawa hampa menyadari apa itu. Mistletoe. YANG BENAR SAJA! Dasar anak-anak ingusan tak berotak! Ini Halloween atau Pesta Natal?!

Dia tersentak saat sesosok pria dengan seluruh rambut di kepalanya tumbuh tak beraturan serta mencuat kemana-mana (baca: rambut, kumis, jenggot, cambang, bahkan mungkin bulu hidungnya juga) tiba-tiba muncul di hadapan mereka, mengaduk sesuatu yang menguarkan asap tipis membubung. Sekilas Rigel yakin dia mencium wangi bunga yang sebelum nya pernah dia cium. Tapi dia tak ingat bunga apa dan di mana. Rigel menggelengkan kepalanya pelan. Untuk apa dipikirkan, heh?

Pria itu menatap mereka dengan tatapan aneh disertai seringai mengerikan. Rigel riba-riba merasa jengah ditatap begitu lama oleh seseorang yang nampaknya adalah hantu. Telunjuk pria itu tiba-tiba menunjuk ke arah salah satu dinding. Rigel mengayunkan pandangannya: sebuah tulisan yang nampaknya terbuat dari darah—Rigel yakin masih melihat tulisannya mengalir.

"Pertanyaan apa yang tidak akan pernah kalian bisa jawab iya?"


Rigel mengerutkan keningnya. "Maksudnya kita harus menjawab pertanyaan itu?" tanya Rigel pada kedua rekannya. Terus terang dia bingung. Ini benar-benar di luar dugaannya. Tadinya dia mengira akan ditakut-takuti dengan sejumlah hantu norak. Dia sama sekali tidak mengira para hantu itu akan memberi mereka pertanyaan. Pertanyaan yang tak akan bisa kujawab iya? Pertanyaan macam apa itu? "Pertanyaannya menjebak. Bagaimana menurut kalian?" kembali Rigel bertanya pada kedua rekannya.


Thread Halloween Party, Dedalu Perkasa, 1977. Post ke-3.

Interaksi dengan yang disebutkan di atas.

0 Comments:

Post a Comment



Newer Post Older Post Home