''Kau bisa berbahasa Belanda juga?''
Rigel tersenyum kecil. Oui , de trajet. Aku menjawabnya dalam bahasa Belanda juga, kan? Masa itu belum jelas? Tapi kata-katanya itu tidak sampai terucap. Tidak. Dia tidak ingin menghancurkan kesan pertama anak itu padanya. Gadis yang unik, Rigel bisa tahu walau baru melihatnya beberapa kali. SIapa tahu bisa jadi temannya? Lagipula, sampai sekarang Rigel belum punya satu kenalan pun. Dia terlalu fokus dengan kepindahannya ke Inggris, dengan dia akan berpisah dari Mère dan kakak-kakaknya, sehingga tidak begitu memperhatikan bagian mencari teman baru. Dan, dia juga tidak ingin salah memilih teman.
"Ja. Père mengharuskanku untuk belajar bahasa-bahasa di Eropa, untuk memudahkan koneksi, katanya. Tapi baru beberapa yang sudah lancar aku kuasai. Lainnya, sebatas mengenal ditambah sedikit ucapan sehari-hari," jawab Rigel. Sebuah pikiran mengerikan merasuk ke dalam kepalanya. Tunggu dulu. Bagaimana kalau anak ini bukan Pure-Blood? Ditaruh ke mana mukanya kalau semua orang nanti mengetahui dia mengajak kenalan anak yang bukan Pureblood? Oh, tidak, tidak, tidak. Jangan sampai.
''Namanya Void. Dia iguana vegetarian, tapi tetap menggigit.''
Gadis itu malah memperkenalkan iguananya lebih dulu sebelum namanya. Jelaslah sekarang, kalau gadis itu sangat sayang pada iguananya. Rigel mengulurkan tangannya, ingin membelai iguana itu.
"Void, artinya kosong, hampa. Ada maksud tertentu menamainya seperti itu?" tanya Rigel, sama sekali tidak bermaksud merendahkan. Hanya penasaran akan nama yang tidak umum itu. Rigel sekarang mengulurkan kedua tangannya, matanya memberikan tatapan bertanya apakah boleh dia menggendong Void. Rigel belum pernah bermain dnegan iguana. Dia tidak pernah menemukan iguana di hutan belakang rumahnya, dan di rumahnya pun tidak ada iguana.
"Namanya Void, lalu namamu siapa?" ulang Rigel lagi.
''Janette Blizzard. Lengkapnya Janetianne Ver Leth Blizzard. Panggil aku J saja, atau Janette juga boleh. Asal jangan Janetianne.''
Akhirnya anak itu menjawab juga. Namanya cukup panjang. Rigel kira hanya dia dan keluarganya yang bernama panjang.
"Kupanggil Jane, boleh? Panjang juga, namamu. Namaku Rigel Deveraux du Noir. Panggil saja Rigel," ujar Rigel, tidak tahan untuk tidak memamerkan nama panjangnya juga. Sebuah pertanyaan lain mendesak di dalam kepalanya, mendesak untuk keluar. Rigel menghela napas. Semoga saja gadis ini Pureblood. Kalau tidak, semoga tak ada yang tahu aku sudah berkenalan dengannya, batinnya.
"Kau Pureblood?" tanya Rigel. Akhirnya. Kata itu terucap juga dari mulutnya.
Rigel tersenyum kecil. Oui , de trajet. Aku menjawabnya dalam bahasa Belanda juga, kan? Masa itu belum jelas? Tapi kata-katanya itu tidak sampai terucap. Tidak. Dia tidak ingin menghancurkan kesan pertama anak itu padanya. Gadis yang unik, Rigel bisa tahu walau baru melihatnya beberapa kali. SIapa tahu bisa jadi temannya? Lagipula, sampai sekarang Rigel belum punya satu kenalan pun. Dia terlalu fokus dengan kepindahannya ke Inggris, dengan dia akan berpisah dari Mère dan kakak-kakaknya, sehingga tidak begitu memperhatikan bagian mencari teman baru. Dan, dia juga tidak ingin salah memilih teman.
"Ja. Père mengharuskanku untuk belajar bahasa-bahasa di Eropa, untuk memudahkan koneksi, katanya. Tapi baru beberapa yang sudah lancar aku kuasai. Lainnya, sebatas mengenal ditambah sedikit ucapan sehari-hari," jawab Rigel. Sebuah pikiran mengerikan merasuk ke dalam kepalanya. Tunggu dulu. Bagaimana kalau anak ini bukan Pure-Blood? Ditaruh ke mana mukanya kalau semua orang nanti mengetahui dia mengajak kenalan anak yang bukan Pureblood? Oh, tidak, tidak, tidak. Jangan sampai.
''Namanya Void. Dia iguana vegetarian, tapi tetap menggigit.''
Gadis itu malah memperkenalkan iguananya lebih dulu sebelum namanya. Jelaslah sekarang, kalau gadis itu sangat sayang pada iguananya. Rigel mengulurkan tangannya, ingin membelai iguana itu.
"Void, artinya kosong, hampa. Ada maksud tertentu menamainya seperti itu?" tanya Rigel, sama sekali tidak bermaksud merendahkan. Hanya penasaran akan nama yang tidak umum itu. Rigel sekarang mengulurkan kedua tangannya, matanya memberikan tatapan bertanya apakah boleh dia menggendong Void. Rigel belum pernah bermain dnegan iguana. Dia tidak pernah menemukan iguana di hutan belakang rumahnya, dan di rumahnya pun tidak ada iguana.
"Namanya Void, lalu namamu siapa?" ulang Rigel lagi.
''Janette Blizzard. Lengkapnya Janetianne Ver Leth Blizzard. Panggil aku J saja, atau Janette juga boleh. Asal jangan Janetianne.''
Akhirnya anak itu menjawab juga. Namanya cukup panjang. Rigel kira hanya dia dan keluarganya yang bernama panjang.
"Kupanggil Jane, boleh? Panjang juga, namamu. Namaku Rigel Deveraux du Noir. Panggil saja Rigel," ujar Rigel, tidak tahan untuk tidak memamerkan nama panjangnya juga. Sebuah pertanyaan lain mendesak di dalam kepalanya, mendesak untuk keluar. Rigel menghela napas. Semoga saja gadis ini Pureblood. Kalau tidak, semoga tak ada yang tahu aku sudah berkenalan dengannya, batinnya.
"Kau Pureblood?" tanya Rigel. Akhirnya. Kata itu terucap juga dari mulutnya.
Thread Disturbed Sanctuary, Diagon Alley, 1974, post ke-3.
Interaksi dengan Mikey Romanceheart dan Janette Blizzard (yang ikut banyak tapi Rigel hanya interaksi dengan kedua chara tersebut) Credits quote and some descriptions to those chara.
Interaksi dengan Mikey Romanceheart dan Janette Blizzard (yang ikut banyak tapi Rigel hanya interaksi dengan kedua chara tersebut) Credits quote and some descriptions to those chara.
Labels: 1974, Diagon Alley, Disturbed Sanctuary
0 Comments:
Subscribe to:
Post Comments (Atom)