Sungguh tidak seharusnya pesta seorang Rigel du Noir terganggu hanya karena melihat dia pergi dengan orang lain, bukan dengannya. Come on, Rigel. Apa yang harus kau keluhkan? Kau pergi dengan gadis yang tak kalah hebatnya dengan dia! Yeah. Gadis yang dia ajak atas nama kenekatan. Sepertinya atmosfer Bulan Oktober memang sedang merasuki otaknya kali ini, karena dia melakukan kegilaan itu. Mempertaruhkan harga dirinya dengan mengajak seorang gadis yang bukan hanya dua tingkat di atasnya, tapi juga tidak begitu akrab dengannya.
Seharusnya dia sadar, Halloween tidak sama dengan Pesta Dansa. Seharusnya kata-kata itu tercetak besar-besar di dalam otak Rigel. Mengikuti standar kalangan umum, Halloween seharusnya waktu untuk bersenang-senang dan menggila, bukan untuk berdansa atau ber-romantis ria. But, hey! Lupakah kau kalau yang sedang kita bicarakan di sini adalah Rigel? Karena—dia—adalah—Rigel du Noir.* Pergi dengan para gadis juga merupakan salah satu cara untuk bersenang-senang. Dan menggila. Jadi, nikmati sajalah. Tidak semua orang bisa berhasil mengajak seorang gadis cantik terpelajar. Terlebih kalau dia lebih tua dua tahun darimu. And he must say, Recha McFadden tak sama seperti para gadis kebanyakan.
"Beautiful as always, Mademoiselle. Tak salah aku memintamu untuk pergi bersamaku ke Pesta Halloween. Bolehkah aku mengharapkan satu dansa setelah pesta selesai?" sebuah sapaan, diikuti oleh seulas senyum memuji, tak lupa kecupan ringan di atas punggung tangan kanan si gadis. McFadden menanggapi dengan senyuman, semburat kemerahan muncul di pipinya, membuatnya semakin manis. Sudut bibir Rigel tersungging kecil.
"About the dance. Menurutmu kita akan berdansa dengan lagu hantu?"
"Berdansa berdua saja, maksudku," Rigel menekankan kata-katanya, matanya menatap dalam kedua bola mata hitam itu. Berusaha membuatnya mengerti. Ya, ya, tak mungkin kan mereka menyelipkan satu sesi dansa di Pesta Halloween? Rigel tak yakin anak-anak itu termasuk golongan orang-orang yang senang berdansa.
Sepertinya tidak buruk juga pergi dengan McFadden. Gadis ini tahu tata krama, serta terpelajar. Bukan seperti gadis-gadis kebanyakan. Dia bersiul dalam hatinya. Yeah. Spesial.
Cukup untuk membuatnya melupakan amarah menggelegak yang sesaat dirasakannya saat melihat dia pergi dengan orang lain. Benar juga. Nikmati sajalah.
Rigel tersenyum tipis mendengar tanggapan McFadden saat dia meminjamkan jubahnya. "Yeah, di dalam Kastil jauh lebih hangat, wajar kalau kau tak sadar. Nevermind, kau bisa melepasnya kalau kepanasan di dalam Rumah Hantu nanti," timpalnya. Dia kembali tertawa mendengar tanggapan McFadden tentang candaannya. "Tak mungkin Dumbledore mengizinkan mereka memasukkan Dementor ke sekolah," jawabnya ringan. Oh, please. Dumbledore terlalu baik hati untuk hal itu. "Takut padamu, hm? Aku tak merasa begitu. Takut menghadapi kenyataan kalau mereka sudah mati sementara kau masih hidup, cantik, dan pergi dengan pasangan setampan diriku, mungkin iya," tambah Rigel lagi. Dia menggamit lengan McFadden, dan bersama mereka masuk.
"Be ready, then."
Seharusnya dia sadar, Halloween tidak sama dengan Pesta Dansa. Seharusnya kata-kata itu tercetak besar-besar di dalam otak Rigel. Mengikuti standar kalangan umum, Halloween seharusnya waktu untuk bersenang-senang dan menggila, bukan untuk berdansa atau ber-romantis ria. But, hey! Lupakah kau kalau yang sedang kita bicarakan di sini adalah Rigel? Karena—dia—adalah—Rigel du Noir.* Pergi dengan para gadis juga merupakan salah satu cara untuk bersenang-senang. Dan menggila. Jadi, nikmati sajalah. Tidak semua orang bisa berhasil mengajak seorang gadis cantik terpelajar. Terlebih kalau dia lebih tua dua tahun darimu. And he must say, Recha McFadden tak sama seperti para gadis kebanyakan.
"Beautiful as always, Mademoiselle. Tak salah aku memintamu untuk pergi bersamaku ke Pesta Halloween. Bolehkah aku mengharapkan satu dansa setelah pesta selesai?" sebuah sapaan, diikuti oleh seulas senyum memuji, tak lupa kecupan ringan di atas punggung tangan kanan si gadis. McFadden menanggapi dengan senyuman, semburat kemerahan muncul di pipinya, membuatnya semakin manis. Sudut bibir Rigel tersungging kecil.
"About the dance. Menurutmu kita akan berdansa dengan lagu hantu?"
"Berdansa berdua saja, maksudku," Rigel menekankan kata-katanya, matanya menatap dalam kedua bola mata hitam itu. Berusaha membuatnya mengerti. Ya, ya, tak mungkin kan mereka menyelipkan satu sesi dansa di Pesta Halloween? Rigel tak yakin anak-anak itu termasuk golongan orang-orang yang senang berdansa.
Sepertinya tidak buruk juga pergi dengan McFadden. Gadis ini tahu tata krama, serta terpelajar. Bukan seperti gadis-gadis kebanyakan. Dia bersiul dalam hatinya. Yeah. Spesial.
Cukup untuk membuatnya melupakan amarah menggelegak yang sesaat dirasakannya saat melihat dia pergi dengan orang lain. Benar juga. Nikmati sajalah.
Rigel tersenyum tipis mendengar tanggapan McFadden saat dia meminjamkan jubahnya. "Yeah, di dalam Kastil jauh lebih hangat, wajar kalau kau tak sadar. Nevermind, kau bisa melepasnya kalau kepanasan di dalam Rumah Hantu nanti," timpalnya. Dia kembali tertawa mendengar tanggapan McFadden tentang candaannya. "Tak mungkin Dumbledore mengizinkan mereka memasukkan Dementor ke sekolah," jawabnya ringan. Oh, please. Dumbledore terlalu baik hati untuk hal itu. "Takut padamu, hm? Aku tak merasa begitu. Takut menghadapi kenyataan kalau mereka sudah mati sementara kau masih hidup, cantik, dan pergi dengan pasangan setampan diriku, mungkin iya," tambah Rigel lagi. Dia menggamit lengan McFadden, dan bersama mereka masuk.
"Be ready, then."
Labels: 1977, Dedalu Perkasa, Halloween
0 Comments:
Subscribe to:
Post Comments (Atom)