Rigel terus berjalan dan berjalan, matanya menatap lurus ke depan, tanpa melirik sedikitpun pada McFadden yang berjalan beriringan di sampingnya, meski tangannya masih menggenggam tangan kanan McFadden. See? Di mana lagi kau bisa menemukan pria yang begitu pengertian seperti Rigel? Dia tahu kalau McFadden masih terkejut dengan ciuman itu—kau bisa melihatnya dari ekspresi gadis itu yang seperti habis ditampar setelah ciuman itu berakhir—dan perlu waktu untuk menenangkan dirinya. Oh, Rigel juga tidak melupakan kalau McFadden membalas ciumannya dengan sama bergairahnya. Rigel tak melupakan pipi McFadden yang bersemu merah meski berekspresi seperti ingin menampar dirinya. Kesimpulannya: McFadden juga menyukai ciuman itu.
"Noir, about that dance," Kata-kata pertama yang keluar dari bibir gadis itu setelah mereka berciuman. Rigel akhirnya menoleh, mendapati kalau McFadden sudah meletakkan tangannya di atas pundak Rigel. Alisnya terangkat sebelah. Yakin ingin berdansa di sini, eh? Rigel tak keberatan, jelas. Meski dia lebih menyukai berdansa berdua saja di Ruang Rekreasi atau-Kamar Kebutuhan, mungkin? Siapa tahu dia bisa mendapatkan ciuman kedua. Rigel berayun mengikuti gerakan tubuh McFadden, musik yang sama sekali bukan musik waltz mengiringi dansa mereka. Sama sekali bukan masalah. Dengan cepat mereka berua bisa menyesuaikan rima dan tempo dengan musik yang dipersembahkan Klub Musik. Hm. Satu lagi kelebihan McFadden dibanding gadis-gadis lainnya. Gadis ini pintar berdansa.
"Monsieur Noir. That kiss—you will not do it again," Sebentuk senyuman tersungging di wajah Rigel. "A-hah, atau apa, Mademoiselle?" tantangnya. Or I'll make sure you will never see the sunrise again," Tolong jangan buat Rigel tertawa terbahak-bahak. Dia berbisik lirih ditelinga gadis itu, "Koreksi aku kalau aku salah, Mademoiselle, tapi—kau menyukainya—I can see that. Untuk apa mengekang dirimu sendiri kalau kau menginginkannya?" Rigel membalas ucapan gadis itu telak. Plaisez, dia Rigel du Noir. Kalah dari seorang perempuan tak ada dalam kamus seorang Rigel du Noir. "Kau akan menginginkannya lagi. Saat itu tiba, kau akan datang sendiri padaku," tambahnya lagi.
"Akhirnya kita berdansa juga di pesta Halloween, Monsieur Noir," senyuman manis mengiringi kata-katanya, membuat sebuah senyum di wajah Rigel merekah pelan. Kau tahu? Pergi bersama seorang senior ternyata bukanlah sebuah ide buruk. Malah, mungkin, bisa dibilang hampir sempurna. Ingatkan dia untuk memasukkan nama McFadden dalam daftar siapa-gadis-yang-harus-dia-ajak-untuk-jadi-pasangan kalau nanti sebuah pesta lain dilangsungkan. "Sebuah kehormatan bagiku bisa berdansa denganmu, Mademoiselle," jawab Rigel.
This is Halloween, this is Halloween
Halloween! Halloween! Halloween! Halloween!
Halloween! Halloween!
Yeah. Ini Halloween. Halloween seorang du Noir. Dia bersenang-senang dengan caranya.
Sepertinya hanya du Noir yang bisa merubah Halloween menjadi ajang Pesta Dansa.
"Noir, about that dance," Kata-kata pertama yang keluar dari bibir gadis itu setelah mereka berciuman. Rigel akhirnya menoleh, mendapati kalau McFadden sudah meletakkan tangannya di atas pundak Rigel. Alisnya terangkat sebelah. Yakin ingin berdansa di sini, eh? Rigel tak keberatan, jelas. Meski dia lebih menyukai berdansa berdua saja di Ruang Rekreasi atau-Kamar Kebutuhan, mungkin? Siapa tahu dia bisa mendapatkan ciuman kedua. Rigel berayun mengikuti gerakan tubuh McFadden, musik yang sama sekali bukan musik waltz mengiringi dansa mereka. Sama sekali bukan masalah. Dengan cepat mereka berua bisa menyesuaikan rima dan tempo dengan musik yang dipersembahkan Klub Musik. Hm. Satu lagi kelebihan McFadden dibanding gadis-gadis lainnya. Gadis ini pintar berdansa.
"Monsieur Noir. That kiss—you will not do it again," Sebentuk senyuman tersungging di wajah Rigel. "A-hah, atau apa, Mademoiselle?" tantangnya. Or I'll make sure you will never see the sunrise again," Tolong jangan buat Rigel tertawa terbahak-bahak. Dia berbisik lirih ditelinga gadis itu, "Koreksi aku kalau aku salah, Mademoiselle, tapi—kau menyukainya—I can see that. Untuk apa mengekang dirimu sendiri kalau kau menginginkannya?" Rigel membalas ucapan gadis itu telak. Plaisez, dia Rigel du Noir. Kalah dari seorang perempuan tak ada dalam kamus seorang Rigel du Noir. "Kau akan menginginkannya lagi. Saat itu tiba, kau akan datang sendiri padaku," tambahnya lagi.
"Akhirnya kita berdansa juga di pesta Halloween, Monsieur Noir," senyuman manis mengiringi kata-katanya, membuat sebuah senyum di wajah Rigel merekah pelan. Kau tahu? Pergi bersama seorang senior ternyata bukanlah sebuah ide buruk. Malah, mungkin, bisa dibilang hampir sempurna. Ingatkan dia untuk memasukkan nama McFadden dalam daftar siapa-gadis-yang-harus-dia-ajak-untuk-jadi-pasangan kalau nanti sebuah pesta lain dilangsungkan. "Sebuah kehormatan bagiku bisa berdansa denganmu, Mademoiselle," jawab Rigel.
This is Halloween, this is Halloween
Halloween! Halloween! Halloween! Halloween!
Halloween! Halloween!
Yeah. Ini Halloween. Halloween seorang du Noir. Dia bersenang-senang dengan caranya.
Sepertinya hanya du Noir yang bisa merubah Halloween menjadi ajang Pesta Dansa.
Thread Halloween Party, Dedalu Perkasa, 1977. Post ke-4.
Interaksi dengan yang disebutkan di atas. Song Credits: This Is Halloween.
Interaksi dengan yang disebutkan di atas. Song Credits: This Is Halloween.
Labels: 1977, Dedalu Perkasa, Halloween
0 Comments:
Subscribe to:
Post Comments (Atom)