Pesta Halloween, hm? Merayakan hari yang, menurut sejarah, sebenarnya adalah hari dimana roh para orang mati turun ke bumi. Semua orang yang masih hidup memakai kostum hantu, berusaha membuat para roh orang mati tersebut mengira mereka adalah bagian dari para roh, sehingga terbebas dari gangguan. Entah kenapa Rigel tak pernah bisa menganggap hal itu sebagai sesuatu yang serius. Alih-alih, amat sangat konyol. Yang benar saja. Anak usia lima tahun juga tahu kalau sekali lihat saja manusia dan hantu itu berbeda. Atau mungkin, setelah jadi roh tingkat kecerdasan mereka menurun hingga tak bisa membedakan sesama roh dengan manusia hidup? Mungkin. Mana dia tahu, dia kan belum pernah jadi roh? Setahunya, Baron Berdarah tidak kehilangan keagungan dan wibawa yang dimilikinya semasa dia hidup, meski dia sudah jadi roh. Atau hantu, menurut bahasa awamnya. Tidak seperti Peeves yang sudah kehilangan otak. Oh, ralat. Peeves Poltergeist, bukan hantu.
Jangan bertanya kenapa benak Rigel langsung melayang kemana-mana. Dia sendiri tak tahu kenapa benaknya lebih sering melayang tanpa izin akhir-akhir ini. Dan lagi —mimpi buruk. Ya. Setiap malam mimpi demi mimpi yang menggelisahkan bergiliran menghantui tidurnya. Terasa begitu jelas hingga membuatnya lelah dalam tidurnya, dan menguap secepat embun pagi saat dia membuka mata. Sudah berapa lama? Seminggu? Dua minggu? Entahlah, dia tak menghitung. Apa katamu? Karena atmosfer bulan Oktober yang menyeramkan? Oh, simpan pikiranmu. Seorang pemuda tegap seperti Rigel yang mendapatkan ruang bawah tanah dengan koridor batu lembap dan suram sebagai tempat tinggalnya sebagai empat tahun terakhir, kini terkena efek samping dari aura Bulan Oktober yang kau bilang menyeramkan? Peeves bakal lebih dulu jadi Menteri Sihir sebelum itu terjadi—
Okay, STOP! Geez, Rigel, tak sadarkah kau sedang berada di mana dan dengan siapa? Tengok ke sampingmu kalau kau lupa sedang bersama siapa, yang jelas kau-tidak-sendirian. Atau setidaknya ini sudah memasuki waktu yang mereka janjikan untuk bertemu dan berangkat bersama dari Ruang Rekreasi Asrama Slytherin ke Pesta Halloween sebagai satu grup. Grup? Rigel mengangkat alisnya. Setahunya baru ada dia dengan gadis itu di grupnya. Entah apakah itu bisa disebut grup. Tapi, apa menurutmu Rigel akan peduli? Yang penting dia bisa bersenang-senang. Dia butuh bersenang-senang untuk mengalihkan pikirannya dari firasat buruk yang selalu menghantuinya.
"Beautiful as always, Mademoiselle. Tak salah aku memintamu untuk pergi bersamaku ke Pesta Halloween. Bolehkah aku mengharapkan satu dansa setelah pesta selesai?" sebuah sapaan, diikuti oleh seulas senyum memuji, tak lupa kecupan ringan di atas punggung tangan kanan si gadis. "Shall we go now, Miss McFadden?" kali ini, sikunya terulur otomatis. Okay, okay. Dia tahu ini Pesta Halloween, bukannya pesta dansa. Dia sadar dandanan mereka berdua lebih mirip pakaian yang dikenakan para putri dan pangeran saat pesta dibanding kostum Halloween (Termasuk pedang panjang di pinggangnya. Dia jadi rindu berlatih pedang. Sudah berapa lama keahliannya tak diasah?). Salahkan para panitia yang melarang mereka mengenakan kostum hantu, kalau begitu. Well, tapi dia harus bersyukur Mère-nya tidak mengirimkan pakaian yang terlalu aneh. Kemeja plus tunik kulit berwarna cokelat-lithium, celana kulit, ditambah jubah dan pedang, membuatnya benar-benar terlihat seperti pangeran. Yeah. Dia kan Pangeran keluarga Noir.. Oh, dan jangan lupakan tongkat sihirnya. Pikirmu Rigel lupa identitasnya sebagai penyihir? Seorang penyihir tak akan pernah meninggalkan tongkat sihirnya sembarangan.
Walking hand in hand with a magnificent woman, in a magnificent attributes. Semua yang melihat juga mengira mereka akan pergi ke Pesta Dansa. Atau bergosip ria untuk mereka yang menyadari siapa gadis yang berjalan bersamanya ini. Berani taruhan, mereka bergosip tentang dirinya, yang baru kelas empat, pergi dengan anak kelas enam. Comme si il s'inquiète. Belum tentu Merlin Yang Agung sendiri tahu kenapa Rigel berpikir akan mengajak anak perempuan pertama yang tertangkap oleh ekor matanya saat dia membaca pengumuman Pesta Halloween di Papan Pengumuman Slytherin Common Room.
Udara dingin menusuk tulang menyambut mereka begitu melangkahkan kaki di pelataran Kastil. Rigel melirik McFadden yang hanya mengenakan sehelai gaun, tanpa mantel atau apapun. "Tak membawa mantelmu, McFadden? Ini hampir penghujung musim gugur," ujar Rigel. Dia menghentikan langkahnya, dan membuka simpul tali emas pengikat jubahnya, dan menyampirkannya ke sekeliling bahu gadis itu. "Forgive my rudeness of not remind you about this weather before we go," katanya.
Atau mungkin, nasib sudah sengaja mengaturnya agar saat itu hanya melihat McFadden di depannya, dan mengajak gadis itu? Entahlah. Rigel malas memikirkannya. Terlalu banyak hal lain yang juga memerlukan perhatiannya. Saat ini, misalnya. Dimana mereka telah tiba di tempat Pesta, tepatnya beberapa puluh meter dari Dedalu Perkasa. Rigel terkejut sendiri melihat tempat itu sudah berubah begitu drastis. RUmah hantu, tanah pekuburan, tumpukan Jack-O-Lantern, bahkan kelelawar hidup. Okay. Meski panitia terdiri dari anak-anak yang masih bau kencur, patut dia akui dekorasinya bagus.
Alis Rigel sedikit terangkat saat mendengar mereka diharuskan masuk ke dalam Rumah Hantu itu. Terlebih, dilarang menggunakan tongkat sihir. Well, membawa bukan berarti menggunakan, kan? Lagipula tak akan ada yang melihat tongkat sihirnya tersembunyi di dalam kantung khusus di sarung pedangnya. Dia melirik McFadden yang berjalan beriringan dengannya.
"Tanpa tongkat sihir, eh? Yah, kurasa apapun yang ada di dalam sana sudah cukup gentar dengan pedang," ujarnya mengomentari perkataan MC. "Kurasa lebih baik kita masuk sekarang. Kau tak takut hantu, kan?" Rigel mengedip di akhir kalimatnya, sedikit menggoda Seniornya itu. Melangkah beriringan, mereka memasuki Rumah Hantu—
Itu Jane, kan? Pikiran Rigel langsung teralih. Jane. Dengan dia. Rahang Rigel mengeras sesaat. Monsieur Rigel, sebaiknya kau tidak melupakan kau sedang bersama siapa sekarang. Oh, dia tidak lupa kalau dia sedang bersama McFadden, jelas. Rigel gentleman sejati. Dia tak akan mengecewakan siapapun wanita yang sedang bersamanya. Hanya saja—
Merasa sedikit kesepian, boleh, kan?
- Comme si il s'inquiète = Kayak dia peduli saja.
Jangan bertanya kenapa benak Rigel langsung melayang kemana-mana. Dia sendiri tak tahu kenapa benaknya lebih sering melayang tanpa izin akhir-akhir ini. Dan lagi —mimpi buruk. Ya. Setiap malam mimpi demi mimpi yang menggelisahkan bergiliran menghantui tidurnya. Terasa begitu jelas hingga membuatnya lelah dalam tidurnya, dan menguap secepat embun pagi saat dia membuka mata. Sudah berapa lama? Seminggu? Dua minggu? Entahlah, dia tak menghitung. Apa katamu? Karena atmosfer bulan Oktober yang menyeramkan? Oh, simpan pikiranmu. Seorang pemuda tegap seperti Rigel yang mendapatkan ruang bawah tanah dengan koridor batu lembap dan suram sebagai tempat tinggalnya sebagai empat tahun terakhir, kini terkena efek samping dari aura Bulan Oktober yang kau bilang menyeramkan? Peeves bakal lebih dulu jadi Menteri Sihir sebelum itu terjadi—
Okay, STOP! Geez, Rigel, tak sadarkah kau sedang berada di mana dan dengan siapa? Tengok ke sampingmu kalau kau lupa sedang bersama siapa, yang jelas kau-tidak-sendirian. Atau setidaknya ini sudah memasuki waktu yang mereka janjikan untuk bertemu dan berangkat bersama dari Ruang Rekreasi Asrama Slytherin ke Pesta Halloween sebagai satu grup. Grup? Rigel mengangkat alisnya. Setahunya baru ada dia dengan gadis itu di grupnya. Entah apakah itu bisa disebut grup. Tapi, apa menurutmu Rigel akan peduli? Yang penting dia bisa bersenang-senang. Dia butuh bersenang-senang untuk mengalihkan pikirannya dari firasat buruk yang selalu menghantuinya.
"Beautiful as always, Mademoiselle. Tak salah aku memintamu untuk pergi bersamaku ke Pesta Halloween. Bolehkah aku mengharapkan satu dansa setelah pesta selesai?" sebuah sapaan, diikuti oleh seulas senyum memuji, tak lupa kecupan ringan di atas punggung tangan kanan si gadis. "Shall we go now, Miss McFadden?" kali ini, sikunya terulur otomatis. Okay, okay. Dia tahu ini Pesta Halloween, bukannya pesta dansa. Dia sadar dandanan mereka berdua lebih mirip pakaian yang dikenakan para putri dan pangeran saat pesta dibanding kostum Halloween (Termasuk pedang panjang di pinggangnya. Dia jadi rindu berlatih pedang. Sudah berapa lama keahliannya tak diasah?). Salahkan para panitia yang melarang mereka mengenakan kostum hantu, kalau begitu. Well, tapi dia harus bersyukur Mère-nya tidak mengirimkan pakaian yang terlalu aneh. Kemeja plus tunik kulit berwarna cokelat-lithium, celana kulit, ditambah jubah dan pedang, membuatnya benar-benar terlihat seperti pangeran. Yeah. Dia kan Pangeran keluarga Noir.. Oh, dan jangan lupakan tongkat sihirnya. Pikirmu Rigel lupa identitasnya sebagai penyihir? Seorang penyihir tak akan pernah meninggalkan tongkat sihirnya sembarangan.
Walking hand in hand with a magnificent woman, in a magnificent attributes. Semua yang melihat juga mengira mereka akan pergi ke Pesta Dansa. Atau bergosip ria untuk mereka yang menyadari siapa gadis yang berjalan bersamanya ini. Berani taruhan, mereka bergosip tentang dirinya, yang baru kelas empat, pergi dengan anak kelas enam. Comme si il s'inquiète. Belum tentu Merlin Yang Agung sendiri tahu kenapa Rigel berpikir akan mengajak anak perempuan pertama yang tertangkap oleh ekor matanya saat dia membaca pengumuman Pesta Halloween di Papan Pengumuman Slytherin Common Room.
Udara dingin menusuk tulang menyambut mereka begitu melangkahkan kaki di pelataran Kastil. Rigel melirik McFadden yang hanya mengenakan sehelai gaun, tanpa mantel atau apapun. "Tak membawa mantelmu, McFadden? Ini hampir penghujung musim gugur," ujar Rigel. Dia menghentikan langkahnya, dan membuka simpul tali emas pengikat jubahnya, dan menyampirkannya ke sekeliling bahu gadis itu. "Forgive my rudeness of not remind you about this weather before we go," katanya.
Atau mungkin, nasib sudah sengaja mengaturnya agar saat itu hanya melihat McFadden di depannya, dan mengajak gadis itu? Entahlah. Rigel malas memikirkannya. Terlalu banyak hal lain yang juga memerlukan perhatiannya. Saat ini, misalnya. Dimana mereka telah tiba di tempat Pesta, tepatnya beberapa puluh meter dari Dedalu Perkasa. Rigel terkejut sendiri melihat tempat itu sudah berubah begitu drastis. RUmah hantu, tanah pekuburan, tumpukan Jack-O-Lantern, bahkan kelelawar hidup. Okay. Meski panitia terdiri dari anak-anak yang masih bau kencur, patut dia akui dekorasinya bagus.
Alis Rigel sedikit terangkat saat mendengar mereka diharuskan masuk ke dalam Rumah Hantu itu. Terlebih, dilarang menggunakan tongkat sihir. Well, membawa bukan berarti menggunakan, kan? Lagipula tak akan ada yang melihat tongkat sihirnya tersembunyi di dalam kantung khusus di sarung pedangnya. Dia melirik McFadden yang berjalan beriringan dengannya.
"Tanpa tongkat sihir, eh? Yah, kurasa apapun yang ada di dalam sana sudah cukup gentar dengan pedang," ujarnya mengomentari perkataan MC. "Kurasa lebih baik kita masuk sekarang. Kau tak takut hantu, kan?" Rigel mengedip di akhir kalimatnya, sedikit menggoda Seniornya itu. Melangkah beriringan, mereka memasuki Rumah Hantu—
Itu Jane, kan? Pikiran Rigel langsung teralih. Jane. Dengan dia. Rahang Rigel mengeras sesaat. Monsieur Rigel, sebaiknya kau tidak melupakan kau sedang bersama siapa sekarang. Oh, dia tidak lupa kalau dia sedang bersama McFadden, jelas. Rigel gentleman sejati. Dia tak akan mengecewakan siapapun wanita yang sedang bersamanya. Hanya saja—
Merasa sedikit kesepian, boleh, kan?
- Comme si il s'inquiète = Kayak dia peduli saja.
Thread Event Halloween Party, Dedalu Perkasa, 1977. Post ke-1.
Interaksi dengan chara-chara yang disebutkan, credits beberapa quote dan deskripsi pada mereka -mulai males-
Interaksi dengan chara-chara yang disebutkan, credits beberapa quote dan deskripsi pada mereka -mulai males-
Labels: 1977, Dedalu Perkasa, Halloween
0 Comments:
Subscribe to:
Post Comments (Atom)