MEJA SLYTHERIN
Ah, serpents. Tak bisa bertahan untuk tidak mendesis, hmm? Sebuah asrama dimana para anggotanya saling mendesis, menggigit, dan mencabik demi keuntungan sendiri. How beautiful. Seleksi alam yang menentukan, Cher. Apakah para penghuninya bisa bertahan dalam sarang ular ini, atau mati seiring waktu diterkam oleh ular lain. Memilih menyerah dan membiarkan ular lain menerkammu? In your dream. Hal terakhir yang akan dilakukan Rigel, bahkan jika dia sedang mabuk setelah menenggak sepuluh krat Whiski-Api. Tidak sebelum dia menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri Père-nya tersayang mati.
"For you too, du Noir. Siapa bilang kau akan hidup melewatinya? Mungkin kau tidak akan seberuntung Pavarell... Who knows?" Got what he mean? Seringai sinis terbentuk di wajah Rigel seraya mengangkat piala ke arah Morcerf. "Kehormatan besar seorang Morcerf mau bersulang untukku. Mau sekalian bertaruh, Morcerf? Well, kalau kau sebegitu yakinnya aku tak bisa bertahan lebih dari Pavarell," balas Rigel ringan, dengan nada seperti hanya membicarakan apa-menu-makan-siang-kali-ini.
Omong-omong soal makanan, desisan para ular usil itu berhasil mengalihkan perhatian Rigel berkali-kali dari steak salmon saus lemon yang sedang dia hadapi. Geez. Dia tak bisa bertarung dengan perut kosong, kan? Peduli setan dengan mereka yang masih berminat melanjutkan drama yang baru berlangsung setengah babak itu. Biarkan dia menghabiskan makan malamnya dengan tenang, bisa kan? Salahmu, stupide. Abaikan saja desisan mereka. Besar kepala sekali kau, mencaplok setiap pembicaraan yang berdengung di sekitarmu? FINE, then. Dia menulikan telinganya terhadap cemoohan-cemoohan berikutnya yang saling dilontarkan para penghuni sarang ular ini. Selesaikan makan, antar para bocah kelas satu ini ke asrama, dan tidur. Tulis surat dulu untuk Mère, Callista dan Clémence sebelumnya. Rencana yang sempurna, eh? Awas saja kalau ada yang berani menghancurkan rencana sempurnanya.
"—Goscinny, Du Noir, Amakusa, McLight, orang-orang berkualitas, membuat bangga Salazar Slytherin, dan tentu saja Pangeran Kegalapan, eh? Karena aku yakin tidak ada di antara kalian yang sudah mengurangi nilai asrama secara signifikan, setelahku.—" Hmm? Kembali Pavarell berkoar-koar dengan tatapan matanya yang sudah tidak fokus. Hiburan yang menyenangkan, bukan? Melihat mantan Prefek kita yang tercinta mabuk di malam Pesta Awal Tahun —terlebih lagi, di hadapan seluruh isi Aula Besar. Stress karena Darah-Lumpur itu yang terpilih menjadi Ketua Murid, alih-alih dirinya, eh? Well, well. Rigel berbaik hati meluangkan waktunya meladeni lelucon ini. "Senang kalau kau sudah menyadari kualitas kami bahkan melebihi dirimu, Pavarell," pemuda tanggung berambut pirang itu tak bermaksud menuangkan bensin di atas api. Hanya ingin bersenang-senang. Kalau Pavarell diizinkan bersenang-senang, kenapa dia tidak?
Demi otak karatan si Penyihir Sinting Merlin. Demi si Terkutuk Godric Gryffindor yang tak lupa merasuki Topi Seleksi butut dengan ideologi-ideologi tidak masuk akal tentang membela para Darah-Lumpur. Apa yang kau pikirkan, ingin menyiksa Salazar Slytherin dalam kuburnya dengan memasukkan para Darah-Lumpur itu ke asrama kami? Genggaman tangan Rigel yang memegang pisau dan garpu mengeras. Giginya bergemeletuk menahan emosi. Harus berapa ekor tikus kotor lagi yang ingin kau masukkan ke sarang ular ini, topi terkutuk? Okay. Tenang, Rigel. Tenang. Jangan hancurkan wibawamu dengan melangkah tergesa-gesa dan tanpa perhitungan.
"Alangkah baiknya hatimu, Pavarell, mengkhawatirkan junior manis kita yang satu ini. Well, we have a bunch of nice seniors who are willing to teach this filthy ragged waste from the nobility of blood. Don't be worry, eh, Pavarell?" dan pemuda Asia pendek berambut pirang itu bersulang, demi Pangeran Kegelapan. Sekarang sudah pasti otaknya tercemar Whiski-Api yang entah sudah berapa gelas ditenggaknya sedari tadi. Seringai sinis kembali menghiasi wajah Rigel. "To the Dark Lord!" Rigel mengikuti kata-kata Pavarell, juga bersulang mengangkat pialanya. Again, semata-mata hanya untuk menekankan pada gadis Darah-Lumpur itu kalau dia tak memiliki tempat di meja ini.
Tak urung, Rigel menangkap Pavarell mengajak janette yang duduk di sampingnya, dan berbisik mencurigakan di telinga gadis itu sebelum beranjak dari Aula Besar. Raut wajah Rigel kembali mengeruh. Black. Sudah pasti tentang dia. Jangan buat dia bertambah murung, Pavarell. Or you'll be sorry. Rigel mengerling Janette, memberinya sebuah senyuman sebelum berdiri.
"Ayo, Goscinny," ujarnya, memberi isyarat pada gadis kurus tinggi itu untuk bangkit dan pergi bersamanya. "All first year. Asrama Slytherin. Tertinggal, aku tak jamin kalian tak akan tersesat," dengan suara lantang Rigel berbicara pada semua junior kelas satunya, dan memberi pandangan pada mereka untuk mengikutinya.
Malam yang panjang ini harus berakhir, suka atau tidak suka.
Ah, serpents. Tak bisa bertahan untuk tidak mendesis, hmm? Sebuah asrama dimana para anggotanya saling mendesis, menggigit, dan mencabik demi keuntungan sendiri. How beautiful. Seleksi alam yang menentukan, Cher. Apakah para penghuninya bisa bertahan dalam sarang ular ini, atau mati seiring waktu diterkam oleh ular lain. Memilih menyerah dan membiarkan ular lain menerkammu? In your dream. Hal terakhir yang akan dilakukan Rigel, bahkan jika dia sedang mabuk setelah menenggak sepuluh krat Whiski-Api. Tidak sebelum dia menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri Père-nya tersayang mati.
"For you too, du Noir. Siapa bilang kau akan hidup melewatinya? Mungkin kau tidak akan seberuntung Pavarell... Who knows?" Got what he mean? Seringai sinis terbentuk di wajah Rigel seraya mengangkat piala ke arah Morcerf. "Kehormatan besar seorang Morcerf mau bersulang untukku. Mau sekalian bertaruh, Morcerf? Well, kalau kau sebegitu yakinnya aku tak bisa bertahan lebih dari Pavarell," balas Rigel ringan, dengan nada seperti hanya membicarakan apa-menu-makan-siang-kali-ini.
Omong-omong soal makanan, desisan para ular usil itu berhasil mengalihkan perhatian Rigel berkali-kali dari steak salmon saus lemon yang sedang dia hadapi. Geez. Dia tak bisa bertarung dengan perut kosong, kan? Peduli setan dengan mereka yang masih berminat melanjutkan drama yang baru berlangsung setengah babak itu. Biarkan dia menghabiskan makan malamnya dengan tenang, bisa kan? Salahmu, stupide. Abaikan saja desisan mereka. Besar kepala sekali kau, mencaplok setiap pembicaraan yang berdengung di sekitarmu? FINE, then. Dia menulikan telinganya terhadap cemoohan-cemoohan berikutnya yang saling dilontarkan para penghuni sarang ular ini. Selesaikan makan, antar para bocah kelas satu ini ke asrama, dan tidur. Tulis surat dulu untuk Mère, Callista dan Clémence sebelumnya. Rencana yang sempurna, eh? Awas saja kalau ada yang berani menghancurkan rencana sempurnanya.
"—Goscinny, Du Noir, Amakusa, McLight, orang-orang berkualitas, membuat bangga Salazar Slytherin, dan tentu saja Pangeran Kegalapan, eh? Karena aku yakin tidak ada di antara kalian yang sudah mengurangi nilai asrama secara signifikan, setelahku.—" Hmm? Kembali Pavarell berkoar-koar dengan tatapan matanya yang sudah tidak fokus. Hiburan yang menyenangkan, bukan? Melihat mantan Prefek kita yang tercinta mabuk di malam Pesta Awal Tahun —terlebih lagi, di hadapan seluruh isi Aula Besar. Stress karena Darah-Lumpur itu yang terpilih menjadi Ketua Murid, alih-alih dirinya, eh? Well, well. Rigel berbaik hati meluangkan waktunya meladeni lelucon ini. "Senang kalau kau sudah menyadari kualitas kami bahkan melebihi dirimu, Pavarell," pemuda tanggung berambut pirang itu tak bermaksud menuangkan bensin di atas api. Hanya ingin bersenang-senang. Kalau Pavarell diizinkan bersenang-senang, kenapa dia tidak?
Demi otak karatan si Penyihir Sinting Merlin. Demi si Terkutuk Godric Gryffindor yang tak lupa merasuki Topi Seleksi butut dengan ideologi-ideologi tidak masuk akal tentang membela para Darah-Lumpur. Apa yang kau pikirkan, ingin menyiksa Salazar Slytherin dalam kuburnya dengan memasukkan para Darah-Lumpur itu ke asrama kami? Genggaman tangan Rigel yang memegang pisau dan garpu mengeras. Giginya bergemeletuk menahan emosi. Harus berapa ekor tikus kotor lagi yang ingin kau masukkan ke sarang ular ini, topi terkutuk? Okay. Tenang, Rigel. Tenang. Jangan hancurkan wibawamu dengan melangkah tergesa-gesa dan tanpa perhitungan.
"Alangkah baiknya hatimu, Pavarell, mengkhawatirkan junior manis kita yang satu ini. Well, we have a bunch of nice seniors who are willing to teach this filthy ragged waste from the nobility of blood. Don't be worry, eh, Pavarell?" dan pemuda Asia pendek berambut pirang itu bersulang, demi Pangeran Kegelapan. Sekarang sudah pasti otaknya tercemar Whiski-Api yang entah sudah berapa gelas ditenggaknya sedari tadi. Seringai sinis kembali menghiasi wajah Rigel. "To the Dark Lord!" Rigel mengikuti kata-kata Pavarell, juga bersulang mengangkat pialanya. Again, semata-mata hanya untuk menekankan pada gadis Darah-Lumpur itu kalau dia tak memiliki tempat di meja ini.
Tak urung, Rigel menangkap Pavarell mengajak janette yang duduk di sampingnya, dan berbisik mencurigakan di telinga gadis itu sebelum beranjak dari Aula Besar. Raut wajah Rigel kembali mengeruh. Black. Sudah pasti tentang dia. Jangan buat dia bertambah murung, Pavarell. Or you'll be sorry. Rigel mengerling Janette, memberinya sebuah senyuman sebelum berdiri.
"Ayo, Goscinny," ujarnya, memberi isyarat pada gadis kurus tinggi itu untuk bangkit dan pergi bersamanya. "All first year. Asrama Slytherin. Tertinggal, aku tak jamin kalian tak akan tersesat," dengan suara lantang Rigel berbicara pada semua junior kelas satunya, dan memberi pandangan pada mereka untuk mengikutinya.
Malam yang panjang ini harus berakhir, suka atau tidak suka.
Thread Pesta Awal Tahun Ajaran, Aula Besar, 1978. Post ke-3.
Interaksi dengan Nicolas Morcerf, Kane Dietrich Pavarell, Janette Blizzard, Voe Goscinny, dan seluruh siswa kelas satu Slytherin.
Interaksi dengan Nicolas Morcerf, Kane Dietrich Pavarell, Janette Blizzard, Voe Goscinny, dan seluruh siswa kelas satu Slytherin.
Labels: 1978, Aula Besar, Pesta Awal Tahun
0 Comments:
Subscribe to:
Post Comments (Atom)